1.
Pendahuluan
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru, Bung
Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama Bung Karno lebih
suka dengan nama Orde Revolusi tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi
tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang
jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta). Karena pertanyaan anda spektrumnya
sangat luas, saya akan membatasi pada masalah pemanfaatan kekayaan alam. Konsep Bung Karno tentang kekayaan
alam sangat jelas Bangsa Indonesia belum
mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi
Pada masa Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan Bung Karno,
Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai
jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai. Semua
serba tertutup dan tidak transparan. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI
ambruk parah ditandai Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih
pada masa Orde Baru.
Masa Reformasi adalah masa cuci piring. Pesta sudah usai. Krisis
ekonomi parah sudah terjadi. Utang Luar Negeri tetap harus dibayar. Budaya
korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY
pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya. Rakyat menikmati demokrasi dan
kebebasan Media masa menjadi terbuka. Yang memimpikan kembalinya rezim
totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang dulu amat menikmati previlege
dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman Orba.Sekarang kita mewarisi hutan
yang sudah rusak parah; industri kayu yang sudah terbentuk dimana-mana akibat
dari berbagai HPH menjadi muara dari illegal logging. Orang-orang
berteriak zaman reformasi sulit, tapi nyatanya hampir tiap rumah di Indonesia
sekarang punya sepeda motor. Hal yang mustahil pada masa Orba. Jadi
kesimpulannya Orde Reformasi adalah fase terbaik dari bangsa Indonesia. Kita
sedang berproses menjadi negara yang besar dan kuat.
2.
Pembahasan Materi
Politik reformasi Indonesia
Semenjak
kemunculannya pertama kali kira-kira 5 abad sebelum tarikh Masehi dalam masa
Yunani Antik di Kota Athena, demokrasi sudah menimbulkan banyak keraguan. Bukan
saja para aristokrat yang merasa terancam kedudukannva oleh adanya sistem yang
memungkinkan pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga para filosof populis seperti
Sokrates bahkan cenderung menolaknva. Menurut filosof ini, demokrasi harus
dicegah karena sistem ini memberi kemungkinan bahwa suatu negara akan
diperintah oleh orang-orang dungu, yang kebetulan mendapat banyak suara yang
mendukungnya. Sokrates tentulah memahami dengan baik bahwa rakyat tidak selalu
memberi dukungan kepada orang-orang yang dianggap paling mampu, tetapi lebih
kepada orang-orang yang mereka sukai. Celakanya, orang-orang yang disukai dan
dipilih oleh rakyat, bukanlah selalu orang-orang yang kompeten untuk membela
nasib mereka. Lebih dari 2000 tahun setelah itu, kecemasan Sokrates terbukti
tidak seluruhnya meleset, bahkan juga di Indonesia. Kita di Indonesia saat ini
mengalami secara sangat serius dilema di antara konstituensi dan kompetensi
dalam demokrasi. Yaitu apakah mereka yang mengatur kehidupan negara dan
masyarakat adalah orang-orang yang didukung oleh konstituensi yang luas,
ataukah mereka yang memiliki kemampuan bekerja yang bail:, dengan dukungan
integritas yang dapat diandalkan.
Berbagai percobaan telah
dilakukan dalam politik Indonesia semenjak kemerdekaannya untuk mendapatkan
suatu kombinasi ideal atau modus rivendi dari tiga komponen kualifikasi yang
diharap dapat mendorong dan mengembangkan kehidupan demokrasi yang sehat.
Ketiga komponen
kualifikasi tersebut adalah:
1. kemampuan dan keahlian
dalam bekerja, yang kita namakan saja kompetensi
2. jumlah orang-orang memilih seseorang untuk
mewakili mereka, yang kita namakan konstituensi
3. kesadaran seorang politikus tentang nilainilai
dan norma-norma yang tidak boleh dilanggar karena kalau dilanggar maka dia akan
berkhianat terhadap prinsip-prinsip perjuangan politiknya sendiri.
Kompetensi tanpa
konstituensi telah melahirkan teknokrasi, yakni seseorang menduduki jabatan
politik semata-mata karena keahliannya, tanpa perlu mendapat dukungan dan
orang-orang yang bersedia memilihnya. Hal ini kita alami pada masa-masa awal
Orde Baru, yang menjadikan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sebagai
prioritas nomor satu, dan karena itu memberikan prioritas politik kepada
ahli-ahli ekonomi dalam jabatan-jabatan politik. Mafia Berkelg adalah sebutan
pada masa Orde Baru untuk rezim teknokratis dan kabinet adalah penamaan untuk
teknokrasi dalam masa pemerintahan Soekarno. Teknokrasi ini masih bisa diterima
kalau para ahli yang menjadi politisi tersebut memperlihatkan integritas yang
meyakinkan.
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil
membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas
politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia.
Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan
dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai
secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis.
Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh
pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang
sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Dalam kerangka struktur
sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu
pada UU ini, Otonomi
Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Selanjutnya yang
dimaksud dengan Daerah
Otonom, selanjutnya disebut Daerah,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang
berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan
dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah
atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala
Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di
daerah; dan
3. Tugas
Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan
urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah
oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29
dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat
seperti :
·
Hak anggaran,
·
mengajukan pertanyaan
bagi masing-masing Anggota,
·
meminta keterangan,
·
mengadakan
perubahan,
·
mengajukan
pernyataan pendapat, prakarsa, dan penyelidikan,
dan kewajiban seperti :
·
mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945
·
menjunjung tinggi
dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara,
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku
·
bersama-sama Kepala
Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan
Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan
kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang - undangan yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Daerah
·
memperhatikan
aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program
pembangunan Pemerintah.
Masa Reformasi
Gerakan Pemuda
Ansor pada masa reformasi menghadapi tantangan yang sangat berat, berada di
tengah situasi eksternal organisasi yang berkembang dengan dinamika dan
dialektika yang sangat rumit sehingga tidak mudah untuk diikuti. Di satu pihak,
geopolitik dunia sedang mengalami pergeseran signifikan setelah terjadi
serangan terorisme terhadap Pentagon dan Menara Kembar di Amerika Serikat.
Gerakan International memberantas terorisme, telah merubah peta politik dan
ekonomi internasional yang kurang menguntungkan bagi umat Islam, karena
kampanye anti terorisme tersebut oleh sebagian pihak telah dimanfaatkan sebagai
sentimen anti Islam. Gerakan Keagamaan Islam di seluruh dunia, tak terkecuali
di Indonesia menghadapi trauma. Jika kurang berhati-hati tentu akan terkena
stigma teroris yang sedang menjadi musuh dunia. Gerakan Pemuda Ansor tak luput
dari stigma tersebut, meskipun kita senantiasa mengembangkan paham Islam
Ahlussunnah wal jamaah yang mengedepankan prinsip toleransi, keseimbangan,
jalan tengah dan prinsip keadilan. Salah satu ensiklopedi yang terbit di
Perancis bahkan nyata-nyata menyebut bahwa Banser adalah organisasi teroris. Dipihak lain, dari dalam negeri kita sendiri Gerakan
Pemuda Ansor menghadapi masalah yang tidak kalah rumitnya. Krisis multi-dimensi
terus terjadi dan mengakibatkan berbagai kerawanan dan ancaman. Begitu tidak
pastinya situasi di dalam negeri, sampai-sampai kepengurusan Ansor periode
2000-2005 telah mengalami 3 kali pergantian kepemimpinan nasional, yakni sejak
Presiden BJ. Habibie, Presiden KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati
Soekarnoputri dan Presiden ini Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Situasi
transisional yang dihadapi bangsa ini telah menimbulkan berbagai masalah serius
dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam kehidupan sosial politik, telah terjadi
konflik horisontal antar sesama kelompok masyarakat, terjadi antagonisme
regional sebagai dampak dari penerapan sistem otonomi daerah, terjadi gejolak
disintegrasi untuk memisahkan diri dari pangkuan NKRI dan terjadi berbagai
kasus anarkhisme dan pemaksaan kehendak yang mencedarai proses transisi menuju
demokrasi. Dalam wilayah politik praktis efek penyebaran ini terlihat dari
terekrutnya kader Ansor di hampir semua partai besar hasil Pemilu 2004.
Penyebaran kader Ansor juga dapat diartikan sebagai tingginya kepercayaan
masyarakat terhadap organisasi kepemudaan NU ini yang senantiasa konsisten
menjaga jarak dengan semua kekuatan politik yang ada. Berbagai perkembangan
positif ini tidak membuat GP Ansor terlena. Sebaliknya, ini memacu Ansor untuk
meningkatkan potensi diri dan mengembangkan kiprah pengabdiannya di masyarakat.
Di sinilah kita semua menyadari bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia
kader Ansor masih banyak yang perlu ditingkatkan. Para kader yang lebih banyak
berbasis di daerah, memiliki kelemahan dalam hal kualitas sumberdaya manusia
dan kelemahan dalam hal penguasaan sumberdaya ekonomi.
Kualitas
sumberdaya manusia di tingkat Pimpinan Cabang, Wilayah dan Pusat memang
menunjukan gejala peningkatan. Bahkan tidak sedikit jajaran pengurus yang
menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana. Mereka tentu membawa berbagai
kemajuan baik ditingkat pengayaan wacana maupun pelaksanaan program kerja,
meskipun potensi yang cukup baik tersebut belum dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh Ansor.
Sementara untuk
mengimbangi masa transisi demokrasi yang berjalan cepat selama masa 5 tahun
terakhir, Gerakan Pemuda Ansor melalui aksi-aksi nyata dan pengayaan wacana
berusaha turut menjaga agar perubahan itu dapat berjalan dinamis dan
konstruktif. Ansor senantiasa berada dalam posisi menjaga keseimbangan diantara
berbagai keeseimbangan diantara berbagai kesikap berimbang sulit ditemukan
kejernihan dan kearifan dalam menyikapi perubahan, sehingga bukan tidak mungkin
wahana-wahana kebebasan yang diberkan oleh zaman berubah menjadi lahan
anarkhirme yang merusak tatanan hukum dan tatanan kemasyarakatan kita.
Atas dasar
kearifan dan kejernihan sikap Ansor, dan tentu saja komponen masyarakat yang
lain, akhirnya kita bersyukur bahwa kita semua dapat melewati masa-masa sulit
tersebut dengan tanpa pernah mengorbankan harga diri dan komitmen-komitmen
dasar organisasi.
PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI
16JUN
PERSAMAAN
1.
Sama-sama masih terdapat ketimpangan ekonomi, kemiskinan,
dan ketidakadilan
Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
2.
Adanya KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
3.
Orde Lama; Walaupun
kecil, korupsi sudah ada.
4.
Orde Baru; Hampir semua jajaran pemerintah koruptor (KKN).
5.
Reformasi; Walaupun
sudah dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media
elektronik,dll tetap saja membantah melakukan korupsi.
6. Kebijakan Pemerintah Sejak
pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran
negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin
yang sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka
seperti manusia setengah dewa).
PERBEDAAN :
·
Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara
lain disebabkan oleh :
ü Inflasi yang sangat tinggi,
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali
ü Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak
bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI
ü Kas negara kosong.
ü Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi, antara lain :
§ Program Pinjaman Nasional
dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan
pada bulan Juli 1946
§ Upaya menembus blokade dengan
diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika,
dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia
§ Konferensi Ekonomi Februari 1946
dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi
masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi
makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
§ Pembentukan Planning Board (Badan Perancang
Ekonomi) 19 Januari 1947. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera)
1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
§ Kasimo Plan yang intinya mengenai
usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti
Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan)
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun
sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan
pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire
laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing
dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini
hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
§ Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan
nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
agar tingkat harga turun.
§ Program Benteng (Kabinet Natsir),
yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional
agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal,
karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi.
§ Nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan
fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
§ Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali
Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak
berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga
hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
§ Pembatalan sepihak atas hasil-hasil
Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya
banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus
pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem
ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme).
·
Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang
tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada
masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga
mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah
jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal
anggaran negara. Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi
kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan
politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam
jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu
stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan
pembangunan.
4.
Masa Reformasi (Demokrasi Liberal)
Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya
pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh
pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan
yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah
stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna
menyesuaikan dengan keadaan. Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali
masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan
ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di
mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Masa
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak
untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Di masa ini juga
direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia,
dan mengganggu jalannya pembangunan nasional. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur
massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing
dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes,
investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini
mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan
bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan.
ü Masalah pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno tentang kekayaan
alam sangat jelas. Jika Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek
untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA tetap berada di dalam perut bumi
Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi tabungan anak cucu di masa depan.
Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka sudah mampu dan bisa. Jadi saat
dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno tidak pernah
menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik bangsa ke perusahaan asing.
Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat minim.
Pada masa Orde Baru: konsepnya bertolak belakang dengan
orde lama.Apa yang bisa digadaikan; digadaikan. Kalo bisa ngutang ya ngutang.
Yang penting bisa selalu makan enak dan hidup wah. Rakyat pun merasa hidup
berkecukupan pada masa Orba. Beras murah, padahal sebagian adalah beras impor.
Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai
jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai dsb
Masa Reformasi krisis ekonomi parah sudah terjadi, Utang Luar
Negeri tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan,
meski pada masa Presiden SBY pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya.
ü Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua
proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor
ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi,
sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade.