Sabtu, 17 Maret 2012

Perbandingan Otonomi Daerah Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi


1.      Pendahuluan
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru, Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta). Karena pertanyaan anda spektrumnya sangat luas, saya akan membatasi pada masalah pemanfaatan kekayaan alam. Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas  Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi
Pada masa Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan Bung Karno, Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai. Semua serba tertutup dan tidak transparan. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI ambruk parah ditandai Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih pada masa Orde Baru.
Masa Reformasi adalah masa cuci piring. Pesta sudah usai. Krisis ekonomi parah sudah terjadi. Utang Luar Negeri tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya. Rakyat menikmati demokrasi dan kebebasan Media masa menjadi terbuka.  Yang memimpikan kembalinya rezim totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang dulu amat menikmati previlege dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman Orba.Sekarang kita mewarisi hutan yang sudah rusak parah; industri kayu yang sudah terbentuk dimana-mana akibat dari berbagai HPH menjadi muara dari illegal logging.  Orang-orang berteriak zaman reformasi sulit, tapi nyatanya hampir tiap rumah di Indonesia sekarang punya sepeda motor. Hal yang mustahil pada masa Orba. Jadi kesimpulannya Orde Reformasi adalah fase terbaik dari bangsa Indonesia. Kita sedang berproses menjadi negara yang besar dan kuat.


2.       Pembahasan Materi
Politik reformasi Indonesia
Semenjak kemunculannya pertama kali kira-kira 5 abad sebelum tarikh Masehi dalam masa Yunani Antik di Kota Athena, demokrasi sudah menimbulkan banyak keraguan. Bukan saja para aristokrat yang merasa terancam kedudukannva oleh adanya sistem yang memungkinkan pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga para filosof populis seperti Sokrates bahkan cenderung menolaknva. Menurut filosof ini, demokrasi harus dicegah karena sistem ini memberi kemungkinan bahwa suatu negara akan diperintah oleh orang-orang dungu, yang kebetulan mendapat banyak suara yang mendukungnya. Sokrates tentulah memahami dengan baik bahwa rakyat tidak selalu memberi dukungan kepada orang-orang yang dianggap paling mampu, tetapi lebih kepada orang-orang yang mereka sukai. Celakanya, orang-orang yang disukai dan dipilih oleh rakyat, bukanlah selalu orang-orang yang kompeten untuk membela nasib mereka. Lebih dari 2000 tahun setelah itu, kecemasan Sokrates terbukti tidak seluruhnya meleset, bahkan juga di Indonesia. Kita di Indonesia saat ini mengalami secara sangat serius dilema di antara konstituensi dan kompetensi dalam demokrasi. Yaitu apakah mereka yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat adalah orang-orang yang didukung oleh konstituensi yang luas, ataukah mereka yang memiliki kemampuan bekerja yang bail:, dengan dukungan integritas yang dapat diandalkan.
Berbagai percobaan telah dilakukan dalam politik Indonesia semenjak kemerdekaannya untuk mendapatkan suatu kombinasi ideal atau modus rivendi dari tiga komponen kualifikasi yang diharap dapat mendorong dan mengembangkan kehidupan demokrasi yang sehat.
Ketiga komponen kualifikasi tersebut adalah:
1.       kemampuan dan keahlian dalam bekerja, yang kita namakan saja kompetensi
2.        jumlah orang-orang memilih seseorang untuk mewakili mereka, yang kita namakan konstituensi
3.        kesadaran seorang politikus tentang nilainilai dan norma-norma yang tidak boleh dilanggar karena kalau dilanggar maka dia akan berkhianat terhadap prinsip-prinsip perjuangan politiknya sendiri.
Kompetensi tanpa konstituensi telah melahirkan teknokrasi, yakni seseorang menduduki jabatan politik semata-mata karena keahliannya, tanpa perlu mendapat dukungan dan orang-orang yang bersedia memilihnya. Hal ini kita alami pada masa-masa awal Orde Baru, yang menjadikan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas nomor satu, dan karena itu memberikan prioritas politik kepada ahli-ahli ekonomi dalam jabatan-jabatan politik. Mafia Berkelg adalah sebutan pada masa Orde Baru untuk rezim teknokratis dan kabinet adalah penamaan untuk teknokrasi dalam masa pemerintahan Soekarno. Teknokrasi ini masih bisa diterima kalau para ahli yang menjadi politisi tersebut memperlihatkan integritas yang meyakinkan.



Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru

Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis.
Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1.       Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2.       Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3.       Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat seperti :
·         Hak anggaran,
·         mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota,
·         meminta keterangan,
·         mengadakan perubahan,
·         mengajukan pernyataan pendapat, prakarsa, dan penyelidikan,
dan kewajiban seperti :
·         mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945
·         menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
·         bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang -    undangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah
·         memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Masa Reformasi

Gerakan Pemuda Ansor pada masa reformasi menghadapi tantangan yang sangat berat, berada di tengah situasi eksternal organisasi yang berkembang dengan dinamika dan dialektika yang sangat rumit sehingga tidak mudah untuk diikuti. Di satu pihak, geopolitik dunia sedang mengalami pergeseran signifikan setelah terjadi serangan terorisme terhadap Pentagon dan Menara Kembar di Amerika Serikat. Gerakan International memberantas terorisme, telah merubah peta politik dan ekonomi internasional yang kurang menguntungkan bagi umat Islam, karena kampanye anti terorisme tersebut oleh sebagian pihak telah dimanfaatkan sebagai sentimen anti Islam. Gerakan Keagamaan Islam di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia menghadapi trauma. Jika kurang berhati-hati tentu akan terkena stigma teroris yang sedang menjadi musuh dunia. Gerakan Pemuda Ansor tak luput dari stigma tersebut, meskipun kita senantiasa mengembangkan paham Islam Ahlussunnah wal jamaah yang mengedepankan prinsip toleransi, keseimbangan, jalan tengah dan prinsip keadilan. Salah satu ensiklopedi yang terbit di Perancis bahkan nyata-nyata menyebut bahwa Banser adalah organisasi teroris.  Dipihak lain, dari dalam negeri kita sendiri Gerakan Pemuda Ansor menghadapi masalah yang tidak kalah rumitnya. Krisis multi-dimensi terus terjadi dan mengakibatkan berbagai kerawanan dan ancaman. Begitu tidak pastinya situasi di dalam negeri, sampai-sampai kepengurusan Ansor periode 2000-2005 telah mengalami 3 kali pergantian kepemimpinan nasional, yakni sejak Presiden BJ. Habibie, Presiden KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden ini Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Situasi transisional yang dihadapi bangsa ini telah menimbulkan berbagai masalah serius dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam kehidupan sosial politik, telah terjadi konflik horisontal antar sesama kelompok masyarakat, terjadi antagonisme regional sebagai dampak dari penerapan sistem otonomi daerah, terjadi gejolak disintegrasi untuk memisahkan diri dari pangkuan NKRI dan terjadi berbagai kasus anarkhisme dan pemaksaan kehendak yang mencedarai proses transisi menuju demokrasi. Dalam wilayah politik praktis efek penyebaran ini terlihat dari terekrutnya kader Ansor di hampir semua partai besar hasil Pemilu 2004. Penyebaran kader Ansor juga dapat diartikan sebagai tingginya kepercayaan masyarakat terhadap organisasi kepemudaan NU ini yang senantiasa konsisten menjaga jarak dengan semua kekuatan politik yang ada. Berbagai perkembangan positif ini tidak membuat GP Ansor terlena. Sebaliknya, ini memacu Ansor untuk meningkatkan potensi diri dan mengembangkan kiprah pengabdiannya di masyarakat. Di sinilah kita semua menyadari bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia kader Ansor masih banyak yang perlu ditingkatkan. Para kader yang lebih banyak berbasis di daerah, memiliki kelemahan dalam hal kualitas sumberdaya manusia dan kelemahan dalam hal penguasaan sumberdaya ekonomi.
Kualitas sumberdaya manusia di tingkat Pimpinan Cabang, Wilayah dan Pusat memang menunjukan gejala peningkatan. Bahkan tidak sedikit jajaran pengurus yang menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana. Mereka tentu membawa berbagai kemajuan baik ditingkat pengayaan wacana maupun pelaksanaan program kerja, meskipun potensi yang cukup baik tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Ansor.
Sementara untuk mengimbangi masa transisi demokrasi yang berjalan cepat selama masa 5 tahun terakhir, Gerakan Pemuda Ansor melalui aksi-aksi nyata dan pengayaan wacana berusaha turut menjaga agar perubahan itu dapat berjalan dinamis dan konstruktif. Ansor senantiasa berada dalam posisi menjaga keseimbangan diantara berbagai keeseimbangan diantara berbagai kesikap berimbang sulit ditemukan kejernihan dan kearifan dalam menyikapi perubahan, sehingga bukan tidak mungkin wahana-wahana kebebasan yang diberkan oleh zaman berubah menjadi lahan anarkhirme yang merusak tatanan hukum dan tatanan kemasyarakatan kita.
Atas dasar kearifan dan kejernihan sikap Ansor, dan tentu saja komponen masyarakat yang lain, akhirnya kita bersyukur bahwa kita semua dapat melewati masa-masa sulit tersebut dengan tanpa pernah mengorbankan harga diri dan komitmen-komitmen dasar organisasi.


PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI
16JUN
PERSAMAAN
1.       Sama-sama masih terdapat ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan
Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
2.        Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
3.       Orde Lama;  Walaupun kecil, korupsi sudah ada.
4.       Orde Baru; Hampir semua jajaran pemerintah koruptor (KKN).
5.       Reformasi;  Walaupun sudah dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media elektronik,dll tetap saja membantah melakukan korupsi.
6.       Kebijakan Pemerintah Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti  manusia setengah dewa).



PERBEDAAN :
·         Orde lama (Demokrasi Terpimpin)
1.       Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
ü  Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali
ü   Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI
ü   Kas negara kosong.
ü   Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
§  Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946
§  Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia
§  Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
§  Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
§  Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan)
2.        Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
§  Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
§  Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
§  Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
§  Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
§  Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3.        Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme).
·         Orde Baru/ Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara. Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.



4.       Masa Reformasi (Demokrasi Liberal)
Pada masa krisis ekonomi,ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan. Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan.
ü  Masalah pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas. Jika Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA tetap berada di dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi tabungan anak cucu di masa depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka sudah mampu dan bisa. Jadi saat dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno tidak pernah menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik bangsa ke perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat minim.

Pada masa Orde Baru: konsepnya bertolak belakang dengan orde lama.Apa yang bisa digadaikan; digadaikan. Kalo bisa ngutang ya ngutang. Yang penting bisa selalu makan enak dan hidup wah. Rakyat pun merasa hidup berkecukupan pada masa Orba. Beras murah, padahal sebagian adalah beras impor. Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai dsb

Masa Reformasi krisis ekonomi parah sudah terjadi, Utang Luar Negeri tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY pemberantasan korupsi mulai kelihatan wujudnya.
ü  Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade.